Jember (beritajatim.com) – Mulai mewabahnya penyakit mulut dan kuku di Kabupaten Jember, Jawa Timur, akhir-akhir ini dipicu oleh sapi-sapi yang baru dibeli di pasar hewan. Mereka belum divaksinasi.
“Rata-rata kejadian adalah pada sapi baru beli. Itu akan menulari sekitarnya. Sapi yang sudah tervaksin tidak terpapar, atau kalau terpapar pun gejalanya ringan,” kata Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Kabuipaten Jember Andi Prastowo, dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi B di gedung parlemen, Selasa (17/12/2024).
Sapi yang tertular pun adalah sapi yang belum divaksinasi karena masih kecil pada saat penanganan pandemi pada 2022. Dua tahun silam memang terjadi pandemi penyakit mulut dan kuku di Jember yang menyerang 14.112 ekor sapi. Angka ini menurun menjadi 37 kasus pada 2023 karena sudah ada vaksinasi. Jumlah sapi yang terserang penyakit itu kembali naik menjadi 61 ekor pada 2024.
“Penyakit ini disebabkan virus yang menular dengan cepat dan tidak bisa diberantas karena inangnya adalah hewan hidup. Ditambah, kita sudah endemik, dan mobilitas hewan tidak bisa dikontrol,” kata Yusmaniar Galuh Adi Luhung, dokter hewan yang bertugas di Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Jember.
Saat ini, petugas dari Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan saat ini intensif turun ke lapangan untuk mengedukasi masyarakat. “Terutama, jangan masukkan ternak dulu ke kandang. Transaksi jual beli dihentikan dulu. Karena kita tidak tahu apakah sapi yang datang sudah divaksin atau belum,” kata Andi Prastowo.
Andi menyesalkan provokasi dari sebagian pedagang hewan ternak terhadap peternak yang memperburuk keadaan. Gara-gara provokasi pedagang, sebagian peternak panik dan memilih menjual sapi mereka. “Bahkan sapi yang sudah divaksin pun akhirnya dijual dengan harga lebih murah. Padahal harga satu ekor sapi bisa Rp 20 juta,” katanya.
Ada pula peternak yang memilih potong paksa sapi yang diduga terkena penyakit sebelum mati dan menjadi bangkai. “Potong paksa pada 2022 terlapor 15 ekor dan 2023 terlapor satu ekor. Sebenarnya potong paksa pada 2023 dikarenakan ketakutan masyarakat,” kata Luhung.
Andi berharap masyarakat segera melapor kepada Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Jember jika menemukan kasus menarik. “Kasus PMK ini gejalanya sudah menciri. Pertama, demam. Kalau sudah demam biasanya ngiler atau muncul luka-luka di bagian mulut dan kakinya. Sapi itu tidak mau makan,” katanya.
Petugas Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan menyarankan kepada peternakan agar menurunkan suhu badan sapi tersebut sekaligus membersihkan lesi-lesi di mulut dengan iodin atau garam asam. Butuh waktu tiga sampai empat hari agar sapi pulih dan mau makan sendiri.
Andi meminta peternak dan warga pemilik hewan ternak agar menghubungi pusat kesehatan hewan untuk mengecek kondisi. “Karena ada petugas yang aspal, asli tapi palsu, tidak mengikuti prosedur pemerintah,” katanya. [wir]
Link informasi : Sumber