Surabaya (beritajatim.com) – Kementerian Agama Republik Indonesia telah mengusulkan untuk meliburkan sekolah selama bulan Ramadhan pada awal tahun 2025. Hal ini pun menuai pro kontra di tengah masyarakat.
Sejatinya, usulan ini dibuat untuk memberikan kesempatan bagi siswa dalam memahami makna bulan suci serta mempererat keterlibatan masyarakat dan orang tua dalam proses pendidikan.
Menanggapi itu, Guru Besar Sosiologi Pendidikan Universitas Airlangga (Unair), Prof Tuti Budirahayu mendukung serta memberikan sejumlah catatan mengenai wacana tersebut.
Ia berpendapat, bahwa kebijakan ini memiliki banyak manfaat, terutama dalam penguatan karakter siswa. Menurutnya, siswa dapat beribadah dengan tenang di rumah atau masjid, yang akan menjadi pengalaman berharga dalam penguatan spiritual mereka.
Selain itu, hubungan antara anak dan orang tua dapat semakin erat selama periode tersebut. “Ini menjadi pelajaran sangat berharga bagi siswa. Khususnya, dalam hal memberikan penguatan jiwa atau rohani siswa. Bonding atau ikatan antara anak dengan orang tua dan keluarga juga semakin kuat,” kata Tuti, Senin (6/1/2025).
Namun, Tuti melihat bahwa kebijakan ini diperkirakan berdampak pada sektor pendidikan dan akademik. Libur panjang dikhawatirkan akan menghambat pencapaian target akademik yang telah ditetapkan oleh sekolah.
Sebagai solusi, Tuti mengusulkan penambahan jam pelajaran sebelum atau setelah liburan, atau melakukan tugas-tugas yang bisa dikerjakan di rumah dengan jadwal yang lebih fleksibel.
“Kegiatan belajar yang biasanya berlangsung selama Ramadhan dapat beralih ke bentuk penugasan lain yang memungkinkan siswa mengerjakannya di rumah dengan jadwal belajar yang lebih fleksibel sesuai kondisi mereka,” katanya.
Tuti juga mencatat adanya tantangan lain yang muncul, seperti pengelolaan siswa non-Muslim dan pengelolaan kurikulum yang harus disesuaikan dengan libur Ramadhan.
Ia menyarankan agar pembelajaran daring dapat diimplementasikan dengan memperhatikan beban yang tidak terlalu berat bagi siswa, sehingga tidak mengganggu kegiatan ibadah mereka. “Untuk sekolah yang berbasis non-agama dapat memilih untuk mengikuti sistem libur Ramadhan atau mereka mengelola sendiri jadwal sekolah dan belajarnya,” paparnya.
Selain itu, Tuti menekankan pentingnya kerja sama yang kuat antara guru dan orang tua selama masa Ramadhan untuk memastikan ritme belajar siswa tetap terjaga. Pengalaman pembelajaran daring selama pandemi Covid-19 bisa dijadikan referensi dalam menerapkan sistem pembelajaran jarak jauh yang efektif di bulan Ramadhan. [ipl/kun]
Link informasi : Sumber