Surabaya (beritajatim.com) – Pasca-Pilkada, isu netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) kembali mengemuka. Banyak pihak menilai bahwa ASN yang terlibat mendukung calon tertentu dalam Pilkada, khususnya yang mengalami kekalahan, berpotensi menghadapi konsekuensi hukum dan administratif yang serius.
Salah satu sanksi yang bisa dijatuhkan adalah penonaktifan atau bahkan pemecatan, yang dikenal dengan istilah “kotak” di kalangan pemerintahan.
Pengamat politik dan sosial Universitas Negeri Malang, Abdul Kodir menegaskan bahwa netralitas ASN sangat krusial dalam menjaga profesionalisme birokrasi negara.
“ASN yang mendukung calon tertentu dalam Pilkada, apalagi jagoannya kalah, harus siap menerima sanksi. Jika terbukti terlibat dalam politik praktis, mereka bisa dikenakan sanksi berat, termasuk dimasukkan ke dalam ‘kotak’ yang berarti penonaktifan atau pemecatan,” ujar Kodir saat dihubungi, Sabtu (21/12/2024).
Menurutnya, ASN yang tidak netral bisa merusak kredibilitas dan integritas lembaga pemerintahan. Mengingat mereka seharusnya bertugas melayani masyarakat tanpa terpengaruh oleh kepentingan politik.
Di sisi lain, Kodir juga menyebut pentingnya pengawasan terhadap ASN selama masa Pilkada. Meskipun banyak ASN yang berhasil menjaga netralitas, ia mencatat bahwa fenomena dukungan terselubung terhadap calon tertentu cukup sering terjadi di beberapa daerah.
“Pelanggaran terhadap netralitas ASN tidak hanya merusak sistem birokrasi, tetapi juga menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah,” kata Mahasiswa Doktoral University of York ini.
Oleh karena itu, dia berharap pemerintah akan lebih ketat dalam mengawasi perilaku ASN yang terlibat dalam politik praktis setelah Pilkada.
Kekalahan kandidat yang didukung oleh ASN, menurut Kodir, seharusnya menjadi pelajaran bagi para pegawai negeri untuk lebih berhati-hati dalam bersikap.
“ASN adalah aparatur yang bertugas untuk melayani masyarakat secara adil dan profesional. Terlibat dalam politik praktis hanya akan merusak citra dan efektivitas pemerintahan,” tegasnya.
Menurutnya, netralitas ASN adalah prinsip yang sangat penting untuk menjaga kredibilitas pemerintahan dan memastikan bahwa birokrasi tetap berjalan dengan profesional tanpa terpengaruh oleh kepentingan politik praktis.
Pernyataan ini sejalan dengan prinsip yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, yang menekankan kewajiban ASN untuk tidak terlibat dalam politik praktis.
Penegakan aturan tersebut, menurut Kodir, menjadi kunci untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dan bebas dari praktik politik yang dapat merusak integritas birokrasi.
“ASN adalah pelayan publik yang harus fokus pada pelayanan masyarakat, bukan mendukung calon tertentu. Ketidaknetralan ASN dapat menciptakan ketidakpercayaan publik terhadap penyelenggaraan pemerintah,” tambahnya.
Namun, meski sanksi tegas diatur dalam undang-undang, pengawasan terhadap ASN yang terlibat dalam politik praktis tetap menjadi tantangan tersendiri. Beberapa pihak menganggap bahwa penegakan aturan ini masih sering tidak konsisten, sehingga sanksi yang diberikan tidak selalu efektif.
“Tugas pengawasan dan penegakan hukum terhadap ASN yang tidak netral perlu diperkuat, agar mereka tidak merasa bebas dari konsekuensi,” ucap Kodir.
Dalam konteks ini, pemerintah dan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) juga diminta untuk lebih proaktif dalam menegakkan peraturan yang ada. Mengingat peran ASN yang sangat krusial dalam menjalankan roda pemerintahan. “Penegakan sanksi yang tegas dianggap penting agar ke depannya tidak ada lagi ASN yang terjerumus dalam aktivitas politik yang tidak sesuai dengan aturan,” pungkas Kodir.[asg/kun]
Link informasi : Sumber