Jember (beritajatim.com) – Muhamad Nur Purnamasidi, legislator Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dari Partai Golongan Karya, mendapat banyak laporan soal pungutan liar terhadap penerima Program Indonesia Pintar (PIP) di Kabupaten Jember, Jawa Timur.
“Itu sudah saya sampaikan ke Inspektorat bersama Dinas (Pendidikan). Saya sebagai anggota Komisi X DPR sejak awal sudah melarang, bahkan sudah buat saya edaran, bahwa PIP tidak boleh dipotong,” kata Purnamasidi, di Jember, Minggu (22/12/2024).
Purnamasidi berkomitmen melaporkan pelaku pungli ke aparat penegak hukum. “Sekalipun itu tim (sukses) saya,” katanya.
Purnamasidi memandang perlunya pengawasan lebih ketat terhadap penyaluran PIP ini. “Yang pasti menurut saya, apapun yang terjadi di lapangan, PIP jangan dihilangkan. Tapi model pengawasannya harus kita perbaiki,” katanya.
PIP, menurut Purnamasidi, adalah bantuan langsung ke siswa yang berbeda dengan BOS (Bantuan Operasional Sekolah). BOS adalah dana yang dikelola sekolah, salah satunya untuk peningkatan sarana dan prasarana pendidikan.
“PIP ini untuk membahagiakan anak-anak kita: untuk beli sepatu, beli tas, beli seragam. Bukan untuk pembangunan. Kalau ada yang digunakan untuk pembangunan (infrastruktur pendidikan), laporkan saja. Ini personal langsung ke siswa, bukan untuk sekolah,” kata Purnamasidi.
Mengantisipasi penggunaan PIP untuk pembangunan sekolah, Purnamasidi memperjuangkan peningkatan nominal BOS. “Bayangkan Rp 1 juta per anak per tahun. Tidak mencukupi. Saya kemarin di tujuh sekolah desa di Jember, kami hitung bareng: minimum (BOS) Rp 3 juta untuk SD,” katanya.
Dengan meningkatnya nominal BOS, Purnamasidi percaya pemotongan PIP bisa diminimalkan. “Karena sekolah sudah punya anggaran sendiri,” katanya.
“Terpenting lagi, tolong bantu Komisi X mengawasi pelaksanaan transaksi di SIPlah (Sistem Informasi Pengadaan Sekolah). Seluruh barang BOS diwajibkan dibeli di SIPlah. Memang boleh di luar, tapi laporannya banyak. Kalau di SIPlah, cukup dengan nota sudah bisa diterima,” kata Purnamasidi.
Masalahnya, lanjut Purnamasidi, banyak ditemukan bahwa barang di SIPlah lebih mahal daripada barang serupa di luar. “Kemarin di Lumajang ada Rp 18 miliar sudah kami laporkan ke Inspektorat. Inspektorat sudah menginformasikan ke saya bahwa itu dikembalikan,” katanya.
SIPlah perlu diawasi media massa. “Karena sekarang ada DAK (Dana Alokasi Khusus), ada ratusan miliar rupiah yang jika diambil kemahalannya separuh saja, ada kemungkinan korupsi Rp 150 miliar dari penggunaan dana BOS,” kata Purnamasidi.
Purnamasidi sendiri mengeluarkan empat butir maklumat soal PIP. Pertama, memastikan program PIP Aspirasi sampai secara langsung kepada masyarakat tanpa ada hambatan yang merugikan penerima manfaat.
“Kedua, tidak melakukan pemotongan atau penyalahgunaan program PIP Aspirasi dengan alasan apapun dan dalam bentuk apapun. Ketiga, mengutamakan transparansi dan akuntabilitas dalam setiap proses distribusi program PIP Aspirasi kepada masyarakat,” kata Purnamasidi.
Terakhir, apabila dilakukan dan ditemukan tindakan pemotongan atau penyalahgunaan program PIP Aspirasi, Purnamasidi berkomitmen melaporkan langsung kepada pihak aparat penegak hukum. [wir]
Link informasi : Sumber