Jember (beritajatim.com) – Apa yang terjadi jika bupati dan mantan wakil bupati Kabupaten Jember, Jawa Timur, bertemu pada minggu pagi di tengah sebuah kampung perkebunan? Tentu saja: bernostalgia.

Itulah yang terjadi saat Bupati Hendy Siswanto dan mantan Wakil Bupati Abdul Muqit Arief bertemu di Kampung Belgia, Kebun Sumberwadung, Desa Harjomulyo, Kecamatan Silo, Minggu (15/9/2024). Mereka bersama-sama meresmikan Wisata Kampung Belgia (WKB) dengan Direktur Utama Perusahaan Umum Daerah Perkebunan Kahyangan Sofyan Sauri.

Kampung Belgia sebenarnya kampung yang dihuni buruh lepas di dalam kawasan PDP Kahyangan. Disebut Kampung Belgia, karena pada masa kolonial, kampung ini ditempati warga Belgia yang mengelola perkebunan karet dan kopi di sana.

Satu-Satunya SMP Era 1970-an
Bertemu dengan Hendy, pria yang akrab disapa Kiai Muqit ini bercerita tentang masa kecilnya di Sumberwadung.

“Saya alumni Sekolah Menengah Pertama PDP Sumberwadung. Waktu itu Kecamatan Silo tidak ada sekolah menengah pertama dan madrasah tsanawiyah lain. Satu-satunya sekolah ya SMP Sumberwadung itu,” katanya.

Muqit lulus tahun 1977. Saat ini gedung SMP itu sudah ditempati Sekolah Dasar Negeri Harjomulyo 01. “Gedungnya bagus. Peninggalan Belgia. Temboknya tebal, di tengah kebun kopi,” katanya.

Muqit juga menyinggung soal sebuah gedung kuno yang biasa digunakan untuk pertemuan warga. “Orang kebun biasa menyebutnya ‘brak’. Mungkin maksudnya dari kata ‘barak’. Kondisinya sudah sangat memprihatinkan,” katanya.

Brak ini menjadi tempat berkumpulnya pekerja kebun untuk menerima upah. “Kalau ini bisa direnovasi, manfaatnya akan sangat banyak bagi masyarakat kebun yang punya hajatan. Acara pernikahan bisa dilaksanakan di situ,” kata Muqit

Bupati Hendy sepakat dengan saran Muqit. “Ini (Kebun Sumberwadung) harta karun yang terpendam di Silo yang belum diungkit dengan semua potensinya,” katanya.

Hendy juga setuju untuk merenovasi ‘brak’. Setelah diperbaiki, ‘brak’ bisa disewakan dalam bentuk paket. “Bisa untuk paket pernikahan, paket ulang tahun, paket khitanan di Wisata Kampung Belgia itu,” jelasnya.

Suasana Kebun Menyenangkan
Hendy menikmati suasana di Kampung Belgia. Tiba di sana sekitar pukul sembilan pagi bersama istrinya Kasih Fajarini, baru pulang sekitar pukul setengah dua belas. Mereka berkeliling lokasi wisata itu dengan didampingi para ketua rukun tetangga dan rukun warga di Sumberwadung.

Saat berkunjung ke gedung utama yang biasa ditempati sinder kebun, dia terpesona melihat pohon besar dan tua yang rindang.

“Ini perlu dikasih narasi, bahwa ini tempat istri-istri orang-orang Belgia duduk-duduk di bawah pohon besar. Perlu the power of narrative. Kekuatan narasi. Di sana bisa jadi spot swafoto,” kata Hendy.

Dalam gedung utama, Hendy mendapat sajian banyak foto yang menunjukkan suasana perkebunan era kolonial. Ada pula peralatan kerja kuno seperti mesin ketik dan mangkuk minum dari plat. Hendy menyarankan agar ada narasi di setiap foto dan alat kuno itu untuk menjelaskan konteks cerita kepada pengunjung.

Hasti Utami, penggagas Wisata Kampung Belgia, menyebut gedung tersebut memang disiapkan untuk menjadi galeri. “Ini embrio museum yang berisi barang-barang masa lalu di perkebunan Sumberwadung. Di sini baju-baju ala Belgia disewakan ke wisatawan untuk berfoto,” katanya.

Hasti senang Kasih Fajarini bersedia membantu untuk menyediakan pakaian-pakaian khas Belgia, dan bersama PKK memberikan pelatihan kepada para perempuan warga Kampung Belgia. “Tujuannya adalah agar mereka bisa membuat souvenir untuk dijual ke wisatawan,” katanya.

Dari gedung galeri tersebut, Hendy berjalan kaki menuju pabrik kopi yang sudah berdiri sejak era kolonial. Di sini banyak peralatan kuno yang masih berfungsi seperti neraca desimal maupun lori. Hendy minta agar renovasi di pabrik ini tidak mengubah keaslian kondisi bangunan.

Perjalanan Hendy melewati sebuah telaga atau sendang yang dipenuhi bunga teratai. Telaga ini menjadi alasan orang-orang asing membangun perkebunan di sana.

“Mereka hidup dekat dengan air. Air sumber kehidupan. Meski musim kemarau, tidak pernah kering sampai hari ini. Ini perlu dipoles sedikit. Ada dua pohon besar sekali untuk obyek foto. Umurnya ratusan tahun mungkin. Perlu dikasih keterangan nama pohon tersebut,” kata Hendy.

Kisah Tahu Walik
Di sela-sela perjalanan, Hendy dan Muqit sempat duduk sembari berbincang santai. Mereka mendapat sajian tahu walik goreng dari pedagang yang hari itu agak bisa bersantai, karena Kasih Fajarini sendiri yang menggoreng untuk suaminya dan Muqit. “Saya membantu menggoreng, tapi kalau beli gorengan, dikasih bonus ya,” kata Fajarini kepada si pedagang yang tersenyum kikuk.

Tentu saja Kasih Fajarini hanya bercanda. Bukannya minta diskon dan bonus, dia memborong makanan yang dijual para pedagang dadakan itu untuk dibagikan kepada semua hadirin dan warga sekitar.

Sambutan paling meriah diterima Hendy dan Kasih Fajarini begitu masuk ke Kampung Belgia. Ratusan warga sudah menanti sejak pagi untuk bersalaman dan berfoto bersama. Seorang warga perempuan paruh baya bahkan mengenakan pakaian tempo dulu untuk berfoto bersama dengan Kasih Fajarini.

Sebelum dijamu dengan makanan khas kebun, pasangan suami istri itu dpersilakan lebih dulu mencoba permainan tradisional engklek. “Makanannya enak. Tapi seharusnya disiapkan lombok dan cowek agar saya bisa bikin sambal sendiri untuk para tamu,” kata Kasih Fajarini tersenyum.

Tiga jam di Kampung Belgia membuat senyum Hendy merekah. “Wisata Kampung Belgia ini potensi luar biasa, harus dikemas bersama-sama, kolaborasi antara Pemkab Jember, pelaku wisata, masyarakat, dan PDP sesuai fungsi masing-masing,” katanya.

Muqit juga berharap Wisata Kampung Belgia ini digarap dengan baik, sehingga bisa mendatangkan wisatawan. “Bentuk bangunan tempat tinggal administratur dan buruh masih orisinal. Tapi untuk menjadikan destinasi wisata baru, yang tidak kalah pentingnya untuk dipersiapkan adalah masyarakatnya, menjadi masyarakat wisata,” katanya.

Pengembangan Kampung Belgia
Harapan Hendy dan Muqit tak bertepuk sebelah tangan. “Wisata Kampung Belgia ini memang karya kolaborasi antara pegiat wisata, masyarakat, karyawan kebun, manajemen PDP Kahyangan, dan Pemkab Jember,” kata Hasti Utami.

“Ke depannya Wisata Kampung Belgia adalah berfokus pada kawasan nostalgia. Produk unggulannya adalah heritage live in. Nantinya di setiap rumah warga akan dibuka minimal satu kamar untuk homestay wisatawan menginap,” kata Hasti.

Homestay di rumah warga, menurut Hasti, sangat menyenangkan. “Rumah warga bersih dan arsitektur rumahnya masih asli kuno. Namun saat ini yang siap masih 14-15 rumah. Warga setempat akan diberdayakan menjadi guide lokal, berjualan souvenir dan makanan, pemilik homestay, dan ojek wisata,” katanya.

Senentara waktu, rumah tinggal untuk wisatawan akan menggunakan bangunan milik perkebunan, di besaran dan rumah dinas asisten kebun dan kepala pabrik. “Sewanya murah. Hanya Rp 500 ribu untuk 15-20 orang,” katanya.

Khusus untuk pramuwisata, warga lokal akan dilatih HPI (Himpunan Pramuwisata Indonesia). “Saat ini baru enam warga yang siap menjadi pramuwisata. Minimal perlu 10 pramuwisata lokal,” kata Hasti.

Jarak antara pusat kota Jember dengan kebun Sumberwadung kurang lebih 27 kilometer dan memakan waktu tempuh 50 menit. Manajemen PDP Kahyangan bekerja sama dengan bus Jelita (Jelajah Keliling Kota) milik Dinas Perhubungan Jember dan angkutan wisata Angkot Sultan yang dikelola para supir akutan kota Jember.

Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) dan Asita (Association of The Indonesian Tours and Travel Agencies), menurut Hasti, siap membantu promosinya. “Kami berhatap Wisata Kampung Belgia sudah bisa diperkenalkan kepada wisatawan pada Oktober mendatang,” katanya.

Sofyan Sauri cukup percaya diri dengan prospek wisata ini. “Wisata Kampung Belgia adalah harta karun agrikultura peninggalan Belgia, sekutu Belanda, yang kami persembahkan untuk masyarakat. Peresmian WKB adalah ikhtiar kami untuk terjun berkiprah lebih serius di dunia pariwisata sebagai lini baru di bisnis kami,” katanya.

Melalui Wisata Kampung Belgia, PDP Kahyangan tengah memoles citra kembali selain menambah pemasukan. “PDP akan melakukan rebranding dan pengembangan agrowisata di semua kebunnya secara bertahap, dan semua yang kami lakukan berprinsip pemberdayaan masyarakat,” kata Sofyan.[wir]


Link informasi : Sumber

Tinggalkan komentar