Lamongan (beritajatim.com) – Pakar hukum ilmu pidana Unisla (Universitas Islam Lamongan) Ayu Dian Ningtias, memberikan tanggapan mengenai usulan penempatan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) di bawah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Menurut wanita yang merupakan Dekan Fakultas Hukum Unisla itu, sistem peradilan pidana dimulai dari subsistem kepolisian, yakni Gatekeepers of the Criminal Justice System.
“Mengutip pendapat Didik Endro Purwoleksono dalam bukunya Hukum Acara Pidana, kepolisian berkaitan erat dengan fungsi represif terhadap kejahatan. Kecepatan jajaran kepolisian untuk mengungkap suatu kasus sangat menentukan peran dan kinerja dari subsistem peradilan pidana,” kata Dian, Minggu (1/12/2024)
Ayu menjelaskan, pada sistem peradilan pidana terdapat subsistem yang berperan penting dalam mencapi tujuan dari sistem peradilan pidana. Di mana terdapat empat aparat penegak hukum yaitu kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan.
Lulusan Magister Hukum Universitas Airlangga (Unair) Surabaya itu menambahkan, apabila dikembalikan Kepolisian sebagai gatekeepers sistem peradilan pidana di bawah institusi TNI atau Kemendagri, akan menggangu fungsi penegakan hukum dan peran sentral dalam sistem peradilan pidana.
Menurut Ayu, hal tersebut telah dikaji dalam naskah akademik Undang-Undang Kepolisian Nomor 2 Tahun 2002, status Kepolisian Republik Indonesia sudah tidak lagi menjadi bagian dari ABRI.
Hal ini dikarenakan adanya perubahan paradigma dalam sistem ketatanegaraan yang menegaskan pemisahan kelembagaan TNI dan Polri Indonesia sesuai dengan peran dan fungsi masing-masing.
Kepolisian sesuai dengan Hukum Acara Pidana merupakan aparat penegak hukum yang menjalankan tugas, kekuasaan, penyelidikan dan penyidikan. Dalam menjalankan tugasnya kepolisian harus mandiri dan harus langsung di bawah Presiden.
Ayu menambahkan, sebagai institusi yang melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga keempat aparatur tersebut menjadi bagian yang tidak dapat terpisahkan dari sistem peradilan pidana.
“Di dalam sistem peradilan pidana masing-masing komponen harus mempunyai kesamaan dalam bertanggung jawab dan pertimbangan dalam menangani suatu perkara kejahatan, perlu adanya koordinasi serta perencanaan. Pembagian kewenangan juga haruslah jelas agar tidak terjadi tumpang tindih antar subsistem,” tuturnya. [fak/suf]
Link informasi : Sumber