Bondowoso (beritajatim.com) – KP3 (Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida) Kabupaten Bondowoso bakal menindaklanjuti laporan petani berkaitan dengan dugaan pelanggaran distribusi pupuk bersubsidi di wilayah setempat.
Terlebih, penyalahgunaan distribusi pupuk bersubsidi akan berdampak pada akselerasi program ketahanan pangan Bondowoso.
Padaha, Presiden Prabowo Subianto sedang getol merealisasikan program swasembada pangan nasional. Maka tentu harus didukung dengan sarana dan prasarana pertanian yang memadai, termasuk pemenuhan kebutuhan pupuk bersubsidi.
Ketua KP3 Kabupaten Bondowoso, Haeriyah Yuliati melalui anggota KP3 Hendri Widotono menerangkan beberapa hal kepada beritaJatim.com, Rabu (8/1/2024). “Berkaitan dengan dugaan penjualan pupuk bersubsidi di atas HET (harga eceran tertinggi) itu jadi atensi kami,” kata Hendri.
Oleh sebab itu, pihaknya berharap dukungan peran aktif masyarakat dalam melaporkan segala bentuk modus kecurangan dan penyimpangan distribusi pupuk bersubsidi kepada KP3.
“Jika menemukan, silakan laporkan pada kami dengan data yang jelas. Seperti tempatnya di mana termasuk bukti pengakuan dari korban. Kami akan segera tindaklanjuti,” tegas pria yang juga Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Kabupaten Bondowoso itu.
KP3 Bondowoso menjamin kerahasiaan identitas pelapor, sehingga tidak perlu risau akan terintimidasi oknum. “Ini untuk perbaikan distribusi pupuk bersubsidi ke depannya. Supaya Bondowoso sukses ikut mewujudkan program swasembada pangan nasional,” terangnya.
Sebelumnya, Wakil Menteri Pertanian Republik Indonesia (Wamentan RI), Sudaryono berkesempatan berdialog dengan petani di Kabupaten Bondowoso pada Minggu (5/1/2025) malam. Dalam dialog tersebut, terungkap bahwa petani Bondowoso kesulitan mendapatkan pupuk bersubsidi dengan pembelian sesuai dengan harga eceran tertinggi (HET) yang telah ditetapkan.
Misalnya pupuk bersubsidi jenis Urea yang HET-nya Rp225 ribu per kuintal atau kisaran Rp112.500 per zak/karung dengan berat 50 kilogram. Rata-rata petani di Kabupaten Bondowoso mengaku membeli pupuk urea bersubsidi dengan harga Rp150 ribu per karung atau Rp300 ribu per kuintal.
Sudaryono juga menyoroti beberapa modus kios yang disebutnya merupakan sebuah pelanggaran. Modus pertama adalah sistem paket pupuk yang ditawarkan kepada petani, namun diiringi intimidasi.
“Misalnya ‘kowe tuku sak zak, tapi kowe kudu tuku iki iki iki. Nek gak, gak tak layani’. (Kamu beli satu zak, tapi kamu harus beli ini ini ini). Itu laporkan polisi. Itu ilegal dan itu pidana,” tegas Wamentan RI.
Kemudian Sudaryono mengomentari perihal HET pupuk bersubsidi jenis Urea sudah ditetapkan kisaran Rp112.500 per sak namun dijual hingga Rp150 ribu per zak. “Kalau jadi Rp150 ribu, kelarangen iku (Terlalu mahal itu),” nilainya.
Sementara Slamet Saputra, Account Executive PT Pupuk Indonesia area Jember-Bondowoso mengaku telah menekan kios agar menjual pupuk bersubsidi sesuai dengan HET.
“Kalau kami di kios tetap menekankan HET, urea Rp 112.500, NPK Rp 115.000 dan itu sudah kami tekankan ke seluruh kios di kabupaten bondowoso,” jawabnya dikonfirmasi terpisah, Selasa (7/1/2025AA).
Ia mengaku sejauh ini belum menemukan bukti bahwa ada permainan dari kios yang menjual pupuk bersubsidi tidak sesuai regulasi yang ada. “Sejauh ini kami masih belum ada temuan. Yang biasanya ada ongkos angkut, tapi itu di luar harga, tidak termasuk HET,” kata dia.
“Nanti ketika di lapangan kami menemukan kios yang menjual di atas itu, ya kami akan mengevaluasi berjenjang mulai dari bersurat peringatan sampai pemberhentian,” sambung Slamet. [awi/suf]
Link informasi : Sumber