Surabaya (beritajatim.com) – Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi mengungkap sisi lain kelebihan siswa inklusi di SMP Negeri. Siswa inklusi yang mengaku dibully oleh enam temannya dan melapor polisi, Jumat (13/12).
Eri menyebut bahwa siswa laki laki berinisial CW ini memiliki kelebihan yang sangat luar biasa. Eri mengaku berdiskusi banyak hal saat ia berkunjung ke sekolahnya, menemui CW pagi ini.
“CW ini adalah anak yang menpunyai potensi dan punya kemampuan yang luar biasa. Dia bisa tahu bagaimana menentukan Masyarakat Berpenghasilan Rendah [MBR] beserta kaitannya dengan Kartu Indonesia Pintar,” terang Eri, Jumat.
Dalam diskusi panjangnya, Eri turut mengungkap kemampuan analisa CW. Di mana, ia mampu dan hafal terkait pasal restoratice justice. Serta menyoroti tindakan Eri yang marah-marah dalam sidak di RSUD dr. Soewandi beberapa tahun 2022 lalu.
“Dia malah mengatakan ke saya, Pak Eri, kenapa waktu marah-marah di RS Soewandi tidak langsung mengeluarkan orang itu? Padahal wali kota yang lain mengeluarkan,” papar Eri bercerita.
Kemudian di situ, Eri menjawab, “Saya dan kamu diciptakan Tuhan untuk mengubah seseorang jahat menjadi baik. Untuk mengubah yamg jelek dan jadi baik. Jadi, kalau ada orang yang ia berbuat salah; maka tidak harus selalu kita keluarkan,” jelas dia.
Lebih jauh, menanggapi kasus pelaporan bullying oleh CW kepada kepolisian dan untuk memahami kondisi CW sebagai siswa inklusi; dengan segala kelebihannya. Eri bilang, akan melakukan evaluasi di Pendidikan Surabaya. Dengan mutu pengajaran inklusif.
“Untuk ini kami tengah berdiskusi dengan dewan pendidikan bahwa sekolah ini bertanggungjawab, memberikan pendidikan, pengajaran lebih kepada siswa inklusi dibanding siswa siswa lain. Ini yang kita lakukan evaluasi,” ungkap Wali Kota Surabaya ini.
Dan karena kondisi CW ini, lanjut Eri, dia memiliki perasaan yang lebih peka. Dan diharapkan orang-orang di sekeliling CW lebih dapat memperhatikan psikologisnya secara intens, dan mendukung bakat-bakat yang dipunyai oleh CW.
“Dia kan punya peka perasaan. Ketika punya peka perasaan itu, maka di situlah psikolog, guru, juga orang-orang disekitarnya, harus ada yang dekat,” tutup Eri. [ama/but]
Link informasi : Sumber