Surabaya (beritajatim.com) – Kawasan perumahan elit Pondok Tjandra (Potjan) sempat kebanjiran saat hujan deras melanda Surabaya dan sekitarnya beberapa hari lalu. Tinggi muka air bahkan mencapai 50 cm dan lama surut, sampai memaksa sebagian warga mengungsi.
Warga pun menuding pemerintah saling lempar tanggung jawab dalam menangani banjir tersebut. Hal ini mengingat Perum Potjan terletak di area perbatasan antara Kota Surabaya dan Kabupaten Sidoarjo.
Ahmad, salah satu warga yang tinggal di Jalan Palem, Sidoarjo turut terdampak banjir Perum Potjan. Ini lantaran komplek perumahan yang dia tempati dekat dengan Perum Potjan dan berada sejalur dengan sungai yang melintas di perbatasan Surabaya-Sidoarjo.
Menurut Ahmad, selain hujan deras, banjir juga dipicu kondisi sungai yang semrawut. Sampah yang menumpuk dan banyaknya eceng gondok menghambat arus sungai, memicu air meluap ke daratan.
“Karena curah hujannya deras, kemudian keadaan di kali ini juga semerawut, banyak eceng gondoknya, sampah-sampah, juga kayu-kayu, ini bisa menghambat aliran sungai,” ujar Ahmad, Sabtu (28/12/2024).
Bahkan, kata Ahmad, banjir di Jalan Palem pekan ini sangat berbeda dengan beberapa tahun silam. Jika dulu banjir cepat sekali surut, kali ini air menggenang bisa sampai dua hingga tiga hari.
Ahmad menduga ini terjadi lantaran tidak adanya upaya dari pemerintah untuk melakukan pembersihan sungai. Setidaknya dalam kurun waktu hampir satu tahun terakhir.
“Banjir kemarin menjadi sejarah banjir terlama di Perumahan Palem ini karena sampai dua hari. Biasanya sehari sudah surut,” kata dia.
Ahmad juga menyinggung perlunya upaya normalisasi sungai oleh pemerintah. Seingat dia, normalisasi sungai terakhir kali dijalankan pada 2022 dan setelah itu tidak ada lagi sehingga sungai penuh sampah dan tanaman liar.
Pun, upaya tersebut juga harus dilakukan melalui sinergi antara Pemerintah Provinsi Jawa Timur, Pemerintah Kota Surabaya, serta Pemerintah Kabupaten Sidoarjo bersama masyarakat.
“Mungkin dari pemerintah harus memperhatikan kebersihan kali. Bukan masyarakat saja yang diobrak, tapi pemerintah berpangku tangan. Memang ini perbatasan, seharusnya yang mengatasi Pemprov Jatim,” ujarnya.
Sementara, sumber beritajatim.com yang tidak berkenan diungkap identitasnya mengungkapkan, aliran sungai yang melintasi Perum Pondok Tjandra berada di kawasan perbatasan. Sehingga seharusnya wewenang penanganan berada di Pemprov Jatim.
Tetapi kenyataannya, antara Pemprov Jatim, Pemkot Surabaya, dan Pemkab Sidoarjo terkesan lepas tangan. Tampak terjadi saling lempar tanggung jawab di antara tiga pihak tersebut.
“Pemkab Sidoarjo enggan, Pemkot Surabaya juga sama. Karena ini di wilayah perbatasan, harusnya tanggung jawab Pemprov Jatim. Tapi akhirnya Pemkot Surabaya, istilahnya mengalah, untuk membersihkan sungai ini,” kata dia.
Pantauan beritajatim.com di sekitar kampus UIN Sunan Ampel Gunung Anyar, sejumlah petugas dari Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga (DSDABM) Kota Surabaya tengah melakukan pembersihan sungai dengan cara mengeruk eceng gondok. Upaya ini merupakan agenda rutin untuk menjaga sungai tetap mengalir agar tidak memicu banjir.
Hanya saja, petugas cukup kesulitan untuk menjangkau seluruh area aliran sungai lantaran sempitnya medan. Biasanya, untuk mengatasi itu para petugas hanya melakukan pemotongan eceng gondok, kemudian mendorongnya ke hilir sungai.
Baru setelah di bagian hilir, petugas akan mengangkut eceng gondok tersebut untuk selanjutnya dibuang ke penampungan sampah. [ipl/beq]
Link informasi : Sumber